Drama putus cinta selalu ada-ada aja, dan kalau diingat-ingat ada lucunya juga. Ya, sekarang kisah putus cinta bisa dinikmati dan dianggap lucu. Tapi beda cerita dulu. Bisa nangis sesenggukan sampe bantal basah.

Berkali-kali menghadapi drama percintaan yang menyakitkan pada akhirnya membuat gue sadar bahwa putus cinta adalah fase kehidupan. Layaknya jatuh cinta dan pacaran, putus cinta pun bisa terjadi kapan pun. Terus setelah berkali-kali patah hati sampai mental breakdown, apakah gue harus kalah sama kesedihan? Nggak dong!

Putus cinta terakhir kalinya, gue dalam keadaan yang lebih logis. Hubungan cinta dan drama percintaan sudah tidak banyak gue romantisasi. Gue menerima situasi tersebut,

Ya sedih sih tetep, nangis juga tetep sesenggukan. Tapi masa pemulihannya pascaputus lebih cepet. Karena menyadari bahwa cinta dan hubungan nggak harus dipaksain ketika masih pacaran. Pacaran adalah fase di mana lo belajar soal hubungan, mengenal karakter, pengertian, tapi JANGAN TERLALU BANYAK BERKORBAN.

Ketika lo merasa pengorbanan lo lebih besar dibanding pasangan atau hanya elo yang menjadikan hubungan sebagai prioritas tapi dianya engga, you have to listen to inner sense. Biasanya orang akan menagih feedback. “Gue udh begini, gue udah begitu. Usaha lo mana?”

Terus kalau dia jelasin pakai kata-kata: aku lagi sibuk. Sementara lo tau konsep ‘nobody is too busy, it’s just matter of priorities.’ Lo akan gondok kan dengerin penjelasan itu?

Again, lo harus percaya bahwa action speaks louder thank words. Ngapain lo menuntut penjelasannya kalau lo tau itu hanyalah omongan halu. Move forward, sayang. Make yourself high value.

About the Author

Kiki Oktaviani

A writer, mother, lifetime learner

View All Articles