Minum kopi, ketemu teman/keluarga, staycation tentu saja bikin happy. Tapi bagaimana kalau kita menginginkan kebahagiaan yang lebih? Seolah-olah terus merasa lapar dan ‘gelas’ kebahagiaan butuh selalu diisi. Pertanyaannya, apakah kita sudah benar-benar memaknai kebahagiaan dari hal-hal kecil yang diterima setiap hari?

Media sosial juga memainkan peranan besar atas kebahagiaan seseorang. Ngeliat konten strangers liburan, cewek cantik plus body oke, influencer yang high fashion, nggak jarang paparan tersebut bikin seseorang jadi iri hati.

Atau melihat Instagram teman yang isinya ber-uwu-uwu sama suami dan anak. Sebagai divorced women, melihat keluarga kecil yang kelihatan harmonis, romantis sampai giung, nggak jarang bikin gw ngiri.

Read More: Apa yang Dilakukan Saat Berada di Titik Terendah?

Karena apa? Simply, karena gue nggak punya kehidupan kaya gitu. Gue pernah pada masanya mematok kebahagiaan di situ, pada keluarga kecil harmonis yang tidak gue miliki.

Gue berusaha terus mencari-cari Kebahagiaan lewat hal-hal lain, tapi mungkin tetep merasa kurang puas. Padahal ya.. kalau terus-terusan mengejar bahagia, akan melewatkan kebahagiaan itu sendiri. Karena emosi kan bukan cuma seneng doang.

“Menjadi bahagia sepanjang waktu bukanlah cara alami untuk menjadi bahagia,” kata konselor psikologi Dee Johnson.

Menurut Johnson, kita seharusnya memproses semua emosi. Ketika kita tidak bisa mengakui emosi terendah, maka emosi paling bahagia pun nggak bisa dihargai atau dinikmati.

Dan bahayanya, terus-menerus mencari kebahagiaan bisa memicu perilaku yang nggak sehat secara mental. Jadi terobsesi, cemas dan tertekan.

Jadi, untuk memutus siklus tersebut, stop untuk mematok kebahagiaan. Kita boleh menentukan target pada hidup, namun jangan mengkotakkan kebahagiaan dari target tersebut.

“Lihatlah kebahagiaan sebagai sebuah pengalaman, bukan sebagai sebuah target,” kata Johnson lagi.

Read More: Tidak Semua Kehilangan adalah Kehilangan

Petuah bijak dari Johnson lainnya yang perlu di-bold dan di-underline adalah: cobalah untuk fokus pada apa yang dimiliki saat ini, bahkan hal-hal kecil sehari-hari yang sering kita anggap remeh. Rasakan saat marah atau sedih. Perasaan tersebut juga perlu diproses sehingga ketika ada hal yang menyengnangkan datang, tidak jadi beban karena berpikir ‘duh bahagianya pasti cuma sebentar nih.’

Temukan kebahagiaan dalam hal-hal sederhana, kopi pertama di pagi hari, makan siang yang enak, mandi pakai air hangat, aroma sprei yang baru diganti. Hitung semua berkah yang ada. Dan menyadari bahwa good times come and go, and bad times do the same.

About the Author

Kiki Oktaviani

A writer, mother, lifetime learner

View All Articles