“I have what i have and i’m happy. I’ve lost what i’ve lost and i’m still happy.” – Milk and Honey.
Aku sudah mencicipi banyak kehilangan. Ada dua kehilangan yang paling menohok. Kehilangan ayah tercinta karena kematian. Setahun setelahnya kehilangan pasangan karena jodohnya sudah usai.
Saat kehilangan ayah, aku nangis berminggu-minggu setiap malamnya. Di setiap sujud pasti meneteskan air mata, bahkan setelah empat tahun kehilangannya masih ada aja momen nangis. Kehilangan orangtua untuk selama-lamanya bisa dibilang sebuah tragedi.
Read More: Terobsesi Mencari-cari Kebahagiaan
Tapi tidak semua kehilangan adalah kehilangan. Itu yang aku pelajari dari kehilangan pasangan. At first, it hurts a lot. Tapi di satu sisi, ada perasaan lega yang tidak bisa diungkapkan. I realized i was going to be okay.
Berapapun lamanya berproses menghadapi kesakitan dan kesedihan, aku yakin bahwa akan sampai pada titik dimana kembali menemukan diri. Aku akhirnya memahami bahwa kehilangan seseorang, entah itu hubungan toxic, abusive atau manipulatif bukanlah sebuah kehilangan, tapi kebebasan.
Karena kehilangan seseorang dari hubungan yang toxic adalah sebuah kemenangan. Kamu memenangkan diri karena bisa memilih kebahagiaan sendiri.
Read More: Si Pemaaf
Happiness is not always about fight for love, sometimes it’s choosing to let go. Happiness is always about learning how to live with yourself.